PERAN KURIKULUM DAN GURU DALAM MENINGKATAKAN PROSES PEMBELAJARAN
Oleh: Siti Nurhayati Ningsih
Abstrak: Ketika ilmu pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan hasil-hasil teknologi belum berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran utama guru disekolah adalah penyampain ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Dalam kondisi demikian guru berperan sebagai sumber belajar (learning resources) bagi siswa. Siswa akan belajar apa yang keluar dari mulut guru. Oleh karena itu, ada pepatah mengatakan “Bagaimanapun Pintarnya Siswa,Maka Tidak Mungkin Dapat Mengalahkan Pintarnya Guru”. namun demikian dalam proses pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting. Bagaimanapun hebatnya kemajuan teknologi, peran guru akan tetap diperluakan sebagai educator, manajer, administrator, Supervisor, Leader, Inovator, Motivator, Dinamisator, Evaluator, dan Facilitator. Dalam konteks pembelajaran, sam sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa disatu pihak dan memperkecil peranan guru dipihak yang lain. Dalam istilah pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optiamal demikian halnya dengan siswa.
Kata kunci: Kurikulum, Guru, Proses Pembelajaran
Pendahuluan
Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar (central basic) yang dapat membawa perubahan terhadap manusia. Perubahan tersebut sifatnya bertahap dan memerlukan waktu yang cukup lama. Telah banyak perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang disebabkan oleh adanya pendidikan. Dengan demikian adanya pendidikan dapat mengubah suatu keadaan (Negara, Bangsa bahkan Perorangan) menjadi kondisi kehidupan yang lebih baik. Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga dapat dikembangkan di lingkungan masyarakat untuk kepentingan masyarakat itu sendiri termasuk juga kepentingan dirinya sendiri. Mengingat begitu pentingnya pendidikan, maka sudah sepatutnya apabila berbagai lembaga pendidikan dari waktu ke waktu senantiasa meningkatkan peranannya, termasuk dalam peningkatan mutu pembelajarannya. Upaya peningkatan mutu pembelajaran di setiap jenjang dan satuan pendidikan pada saat ini terus-menerus diupayakan.
Peran kurikulum, dan fungsi kurikulum
Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup dimasyarakat. Dengan demikian, dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab didalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan saja akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri. Sebagai salah satu komponen pendidikan, paling tidak kurikulum memiliki tiga peran, yaitu Peran Konservatif, Peranan Kreatif, serta Peran Kritis dan Evaluatif (Hamalik, 1990).[1]
1. Peranan Konservatif
Peran konservatif adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti budaya lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat penting. Melalui peran koservatifnya, kurikulum berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga keajekan dan identits masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik.
2. Peranan kretif
Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntunan zaman. Sebab, pada kenyataannya masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu mengalami perubahan. Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran kreatif. Kurikulum harus mampu menjawab tantangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
3. Peran Kritis dan Evaluatif
kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan, dan nilai atau budaya baru yang mana yang harus dimiliki anak didik. Dalam rangka peran kritis dan evaluatif kurikulum sangat diperlukan. Kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.[2]
Berkaitan dengan fungsi kurikulum, Alexander Inglis (dalam Hamalik, 1990) mengemukakan enam fungsi kurikulum untuk siswa:
1. Fungsi Penyesuian (The Adjustive or Adaptive Function)
Fungsi Penyesuaian adalah kurikulum harus dapat mengantar siswa agar mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial masyarakat. Kehidupan masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis, artinya kehidupan masyarakat selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu, siswa harus dapat beradaptasi dalam kehidupan masyarakat yang begitu cepat berubah itu.
2. Fungsi Integrasi (The Integrating Function)
Fungsi Integrasi adalah kurikulum harus dapat mengembangkan pribadi siswa secara utuh. Kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotor harus berkembang secara terintegrasi. Kurikulum bukan hanya diharapkan dapat mengembangkan kemampuan intelektual atau kecerdasan saja, akan tetapi juga harus dapat membentuk sikap sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat, serta dapat memberikan keterampilan untuk dapat hidup di lingkungan masyarakat.
3. Fungsi Diferensiasi (The Differentiating Function)
Fungsi Diferensiasi adalah kurikulum harus dapat melayani setiap siswa dengan segala keunikannya. Sebab, siswa adalah organisme yang unik, yakni memiliki perbedaan-perbedaan, baik perbedaan minat, bakat, maupun perbedaan kemampuan.
4. Fungsi persiapan (The Preparation Function)
Fungsi Persiapan mengandung makna, bahwa kurikulum harus dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak baik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun untuk kehidupan dimasyarakat. Bagi siswa yang memiliki potensi untuk belajar pada jenjang yang lebih tinggi, maka kurikulum harus membekali mereka dengan berbagai pengetahuan yang diperlukan agar mereka mengikuti pelajaran pada level pendidikan di atasnya; namun bukan itu saja, kurikulum juga harus membekali mereka agar dapat belajar dimasyarakat, bagi mereka yang tidak memiliki potensi untuk melanjutkan pendidikannya.
5. Fungsi Pemilihan (The Selective Functionic Function)
Fungsi Pemilihan adalah fungsi kurikulum yang dapat memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk belajar sesuai dengan bakat dan minatnya. Kurikulum harus bersifat fleksibel, artinya menyediakan berbagai pilihan program pendidikan yang dapat dipelajari.
6. Fungsi Diagnostik (The Diagnot)
Fungsi Diagnostik, adalah fungsi untuk mengenal berbagai kelemahan dan kekuata siswa. Melalui fungsi ini kurikulum berperan untuk menemukan kesulitan-kesulitan dan kelemahan yang dimiliki siswa, disamping mengeksplorasi berbagai kekuatan-kekuatan sehingga melalui pengenalan itu siswa dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.[3]
Peran dan Fungsi Guru
Sehubungan dengan peran dan fungsi guru dalam pembelajaran, maka diperlukan adanya usaha dari guru untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya tersebut. Peranan guru tersebut akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru maupun dengan staf sekolah atau bahkan dengan kepala sekolah. Dalam proses pengembangan kurikulum peran guru lebih banyak dalam tataran kelas. Murry Printr (1993) mencatat peran guru dalam level ini adalah sebagai:
Pertama, sebagai Implenter, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum. Guru tidak memiliki ruang baik untuk menentukan isi kurikulum maupun menentukan target kurikulum. Pada fase sebagai implementor kurikulum, peran guru dalam mengembangkan kurikulum sebatas hanya menjalankan kurikulum yang sudah disusun.
Kedua, sebagai Adapters, lebih hanya sebagai pelaksanaan kurikulum, akan tetapi sebagai penyelaras kurikulum denga karakteristik dan kebutuhan daerah dalam fase ini guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal.
Ketiga, peran sebagai pengembangan kurikulum, guru memiliki kewenangan dalam mendisain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan disampaikan, akan tetapi juga dapat menetukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana cara mengukurnya.
Keempat, sebagai fase terakhir adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curiculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas guru profesional guru yag memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kinerjanya sebagai guru.[4]
Dari sisi lain, guru sering dicitrakan memiliki peran ganda dikenal sebagai EMASLIMDES (Educator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, Motivator, Dinamisator, Evaluator, dan Facilitator). EMASLIMDES lebih merupakan peran kepala sekolah, tetapi dalam skala mikro dikelas, peran itu juga harus dimiliki oleh para guru.
Sebagai Educator merupakan peran yang pertama dan utama khususnya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Peran ini lebih tampak sebagai teladan bagi peserta didik sebagai role model, memberikan contoh dalam sikap dan prilaku membentuk kepribadian peserta didik.
Sebagai Manajer, pendidik memiliki peran untuk menegakkan ketentuan dan tata tertib yang telah disepakati bersama disekolah memberikan arahan atau rambu-rambu ketentuan agar tata tertib disekolah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah.
Sebagai Administrator, guru memiliki peran untuk melaksanakan Administrasi sekolah, seperti buku presensi siswa, buku daftar nilai, buku rapor, administrasi kurikulum, dan administrasi penilaian.
Sebagai Supervisor terkait dengan pemberian bimbingan dan pengawasan kepada peserta didik, memahami permasalahan yang dihadapi peserta didik, menemukan permasalahan yang terkait dengan proses pembelajaran, dan akhirnya memberikan jalan keluar atau solusi pemecahan masalah.
Peran sebagai Leader bagi guru lebih tepat dibandingkan dengan peran sebagai menajer, karena menajer bersifat kaku terhadap ketentuan yang ada. Dan aspek penegakan disiplin, sebagai misal, guru menekankan disiplin mati. Sementara sebagai leader lebih memberikan kebebasan secar bertanggung jawab kepada peserta didik. Dengan demikian, disiplin yang ditegakkan oleh guru dari pern sebagai leader ini adalah disiplin hidup.
Peran sebagai Inovator, seorang guru harus memiliki kemauan belajar yang cukup tinggi untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya sebagai guru. Tanapa adanya semangat belajar yang tinggi, mustahil guru dapat meghasilkan inovasi-inovasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu pembelajaran disekolah.[5]
Adapun peran sebagai Motivator, dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa kurang berpartisipasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengarahkan kemampuannya. Dengan demikian, bisa dikatakan siswa berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. Motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab motivasi muncul karena kebutuhan. Seseorang akan terdorong untuk bertindak manakala dalam dirinya ada kebutuhan.[6]
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses belajar. Sebelum proses belajar dimulai guru sering bertanya: bagaimana caranya agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran? Pertanyaan ini sekilas memang ada benarnya. Oleh karenaitu pertanyaan itu akan lebih bagus jika diarahkan kepada siswa.[7]
Kurikulum dan Guru dalam Proses Pembelajaran
Dalam konteks implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan mengajar bukan sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, meningkatkan mutu kehidupan peserta didik.
Dalam implementasinya, walau istilah yang digunakan “Pembelajaran”, tidak berarti guru harus menghilangkan perannya sebagai pengajar, sebab secara konseptual pada dasarnya dalam istilah mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Mengajar-belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Dari uraian itu, maka jelas bahwa istilah “Pembelajaran” (instruction) itu menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Disini jelas, proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan guru, yang membedakannya hanya terletak pada peranannya saja. Bruce Weil, (1980). Mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran semacam ini.
Pertama, proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Tujuan pengaturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberikan latihan-latihan pengunaan fakta-fakta.
Kedua, berhubungan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga tipe yang masing-masing memerlukan situasi yang berbeda dalam mempelajarinya. Pengetahuan tersebut adalah pengetahuan fisis, sosial, logika.
Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Anak akan lebih baik mempelajari pengetahuan logika dan sosial dari temannya sendiri. Melalui pergaulan dan hubungan sosial, anak akan belajar lebih efektif dibandingkan dengan belajar yang menjauhkan dari hubungan sosial. Oleh karena itu, melalui hubungan sosial itulah anak berinteraksi dan berkomunikasi, berbagi penglaman dan lain sebagainya, yang menentukan mereka berkembang secara wajar.
Dari uraian diatas, maka proses pembelajaran harus diarahkan agar siswa mampu mengatasi setiap tantangan dan rintangan dalam kehidupan yang cepat berubah, melaluai sejumlah kompetensi yang harus dimiliki, yamg meliputi, kompetensi akademik, kompetensi kultural, dan kompetensi temporal. Itulah sebabnya, makna belajar bukan hanya mendororng anak agar mampu menguasai sejumlah materi pelajaran akan tetapi Bagaimana agar anak itu memiliki sejumlah kompetensi untuk mampu mengahadapi rintangan yang muncul sesuai dengan perubahan kehidupan masyarakat.[8]
Sesuai dengan maknanya, maka terdapat sejumlah prinsip dalam mengajar sebagai implementasi kurikulum, yakni:
1. Berorientasi Pada Tujuan
Dalam sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas guru dan siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ini sangata penting, sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
2. Aktivitas
Belajar bukanalah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengantujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat memdorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktifitas mental.
3. Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada sekelompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin dicapai adalah perubahan perilaku setiap siswa. Semakin tinggi standar keberhasilan ditentukan, maka semakin berkualiatas proses pembelajaran.
4. Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi.
5. Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna, bahwa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa; akan tetapi mengajar di anggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran adalah proses interaksi baik antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa; maupun antara siswa dan lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan kemapuan siswa akan berkembang baik mental maupun intelektual.
6. Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses inspiratif, yang memungkinkan siswa mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran bukan haraga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang siswa untuk mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu, guru harus membuka kemungkinan yang dapat dikerjakan.
7. Menyenangkan
Proses pembelajaran yang menyenangkan dpat dilakukan pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu memenuhi unsur kesehatan misalnya dengan pengaturan cahaya, ventilasi, serta memenuhi unsur keindahan, misalnya cat tembok yang segar dan bersih, bebas dari debu, lukisan dan karyakarya siswa yang tertata rapi, vas bunga. Kedua, melalui pengolahan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.
8. Menantang
Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir, yakni merangsang kerja otak secar maksimal. Kemampuan tersebut dapat menumbuhkan dengan cara mengembangkan ras ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-coba, berfikir intuitif atau bereksplorasi.
9. Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk mebelajarkan siswa. Tanapa adanya motivasi tidak mungkin siswa memiliki kemampuan uantuk belajar. Oleh karena itu, membangkitka motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran.[9]
Penutup
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia untuk meningkatkan kualitas diri dan kemampuannya agar berguna baik untuk kehidupannya sendiri maupun lingkungannya. Mengingat guru sebagai figur yang secara langsung terlibat dalam pembelajaran di dalam kelas. Peranan guru dalam meningkatkan pendidikan dapat diidentifikasi dari perilaku guru sebagai Educator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, Motivator, Dinamisator, Evaluator, dan Facilitator . Kesemua peran tersebut membutuhkan lagi usaha yang lebih konkrit dan langsung menyentuh terhadap kebutuhan peserta didik agar pembelajaran lebih baik. Jadi peranan guru senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam interaksinya dengan anak didik dan dengan lingkungan sekitar.[10]
Selain dari itu guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum. Guru tidak memiliki ruang baik untuk menentukan isi kurikulum maupun menentukan target kurikulum. Pada fase sebagai implementor kurikulum, peran guru dalam mengembangkan kurikulum sebatas hanya menjalankan kurikulum yang sudah disusun.
Daftar Pustaka
Wina Sanjaya, Kurikulum Dan pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan
Suprlan, Guru Sebagai Profesi, Yokyakarta: Hikayat Publishing, 2006.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarata: Kencana Prenada Media, 2006
[1] Wina Sanjaya, Kurikulum Dan pembelajaran,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), Hlm:10
[2] Ibid. Hlm:10-11
[3] Ibid. Hlm:14-16
[4] Ibid. Hlm:28-39
[5] Suprlan, Guru Sebagai Profesi,(Yokyakarta: Hikayat Publishing, 2006). Hlm: 34-35
[6] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarata: Kencana Prenada Media, 2006) . Hlm: 27
[7] Ibid. Hlm:21
[8] Wina Sanjaya, Kurikulum Dan pembelajaran, hlm: 215-219
[9] Ibid. Hlm: 224-228
[10] Mohammad kosim, pengantar ilmu pendidikan. Hlm:66
Tag : artikel
0 comments:
Post a Comment